Rabu, 09 Mei 2012

Mengungkap Potensi Bisnis Sanggar Senam


Olahraga merupakan satu-satunya cara untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, dan senam adalah salah satu cara berolahraga yang murah meriah. Kian meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat membuat bisnis sanggar senam seakan tak ada matinya.

sanggar_senamSetelah memiliki 2 anak, Lixy Yuliwati (36), seorang wanita pekerja sekaligus ibu rumah tangga yang tinggal di perumahan kelas menengah, di kawasan Surabaya Barat jadi tak punya banyak waktu untuk merawat tubuhnya sendiri. Karena itu dia kerap merasa tubuhnya tak fit dan kurang bugar. Lixy pun berniat membugarkan dirinya dengan berlatih senam di salah satu sanggar senam. Dia berpendapat, senam adalah olahraga yang murah meriah untuk dapat menyehatkan dan membugarkan jasmaninya. Hanya saja, untuk itu dia harus menempuh perjalanan yang agak jauh di luar perumahan tempat dia tinggal, dan yang jelas, cukup makan waktu.



Namun belum lama ini, Lixy mendadak sumringah, sebab ada sanggar senam baru berdiri di tempat dia tinggal. “Wah kesempatan, aku jadi tak perlu jauh-jauh buat bisa senam, cukup jalan kaki. Aku bisa sehat dan bugar lagi,” ujarnya. Ya, beberapa tahun terakhir, kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kebugaran tubuh masing-masing. Banyak perempuan atau ibu-ibu muda seperti Lixy yang membutuhkan sarana murah meriah untuk dapat berolahraga secara menyenangkan. Hal itulah yang membuat bisnis sanggar senam banyak bertumbuhan bak jamur di musim penghujan.

Suparminah (66), pemilik sekaligus pengelola sanggar senam Sari, mengakui bahwa fenomena semacam itu memang tengah terjadi. Menurut pensiunan Telkom yang sudah menggeluti dunia senam sejak tahun 1990-an ini, animo masyarakat, terutama perempuan, terhadap sanggar senam, tetap stabil. “Memang, ada pasang surutnya, tapi, peminat senam di sanggar saya tetap stabil. Saya yakin, tidak mungkin akan mati, sebab orang akan makin sadar pentingnya menjaga kesehatan,” tuturnya.

Jumlah Peserta Stabil
Suparminah lantas mengungkapkan, sanggar senam Sari didirikannya pada tahun 1996. Dia memanfaatkan ruangan seluas 7 m x 8 m di lantai atas rumahnya, Jl Jagir Sidomukti IV, Surabaya, sebagai kelas senam. “Di sini saya memberikan pelatihan senam body language, senam kelenturan, senam lantai dan macam-macam. Saya sendiri yang mengajar, jadi instruktur senamnya,” ujar perempuan enerjik itu.

Kelas senam di sanggar senam Sari terbagi atas 3 sesi, yakni sesi pagi, sore, dan malam. Pesertanya adalaha wanita dengan usia bervariasi antara 23-65 tahun. Suparminah mengatakan, pelatihan senam yang dia selenggarakan itu tergolong murah meriah. Masing-masing peserta hanya dipungut uang pangkal Rp 25 ribu saat mendaftar sebagai anggota dan tarif Rp 5 ribu untuk sekali hadir.

“Seperti sudah saya bilang, peserta senam di sanggar saya ini, dari tahun ke tahun selalu stabil jumlahnya. Nggak pernah terlalu banyak atau terlalu sedikit. Yang jelas, nggak pernah kososng sama sekali,” katanya. Sayangnya, Suparminah tak mampu menjelaskan dengan rinci, penghasilannya yang dia peroleh dari menyelenggarakan sanggar senam itu. “Berapa, ya? Sulit sih mengalkulasinya, sebab yang ikut itu nggak tentu jumlahnya. Tapi pokoknya, rata-rata yang hadir, sekitar 10 orang setiap sesi. Masing-masing, rata-rata berlatih 2 sampai 3 kali seminggu,” jelasnya.

Pengakuan senada juga diungkapkan Marthea Sari (45), pemilik sekaligus pengelola sanggar senam Marsha. Perempuan yang akrab dipanggil Thea dan dikenal sebagai pelatih utama jantng sehat di Klub Jantung Sehat Cabang Jatim ini juga memanfaatkan ruangan seluas 7 m x 8 m di rumahnya, Jl Ketintang Wiyata 62, Surabaya, sebagai kelas senam. Thea, yang menggeluti dunia senam sejak duduk di bangku SMA, juga membagi kelas senamnya atas tiga sesi: pagi, sore, dan malam. Di kelas itu diajarkan berbagai jenis senam mulai dari senam aerobik hingga yoga, dan Thea sendiri yang bertindak sebagai instruktur senamnya.

“Alhamdulillah, di tempat saya pesertanya selalu penuh, rata-rata 25 orang per sesi. Memang ada naik-turunnya, tapi nggak pernah drastis sekali,” kata Thea, seraya mengungkapkan, murid-muridnya adalah perempuan berusia antara 16-60 tahun.

Diversifikasi Usaha
Di sanggar senam milik Thea ini, masing-masing pesertanya dipungut uang pendaftaran sebagai anggota, sebesar Rp 20 ribu. Pembayaran dilakukan hanya sekali dan keanggotaan berlaku seumur hidup. Selain uang pendaftaran, setiap peserta juga dipungut iuran Rp 100 ribu per bulan. “Jadwal senamnya bebas, nggak dibatasi. Mereka boleh masuk setiap hari, tiga kali sehari senam juga boleh,” ujarnya.

Tak seperti Suparminah, yang kesulitan mengkalkulasi pendapatannya dari sanggar senam, Thea mengaku, saban bulan mendapat penghasilan sekitar Rp 2,5 juta-Rp 3 juta dari sanggar senamnya, yang dia dirikan 20 tahun silam itu. Pendapatan tersebut, bisa dibilang sebagai keuntungan bersih, karena dia nyaris tak mengeluarkan biaya operasional. “Karena instruktur senamnya saya sendiri. Tempat, saya juga tidak perlu menyewa, karena tempatnya di rumahsendiri,” jelasnya.

Penghasilan itu pun belum seluruhnya, karena selain mengelola sanggar senam, Thea juga berprofesi sebagai instruktur senam freelance. Kata Thea, honor seorang instruktur senam freelance biasanya berkisar antara Rp 100 ribu-Rp 200 ribu per jam. “Selain itu, saya juga membuka kursus instruktur senam,” imbuhnya.

Thea juga mengaku, diversifikasi usaha sanggar senam itu, tak pernah sepi konsumen. Ada saja orang atau instansi yang menggunakan jasanya. Walhasil, Thea pun berpendapat, bisnis sanggar senam seperti yang dia geluti itu, akan tetap berprospek cerah sampai kapan pun. “Memang, tergantung pada manajemen masing-masing, tapi bisnis ini nggak akan mati. Malah bisa meningkat tiap tahun, karena kesehatan itu penting.

1 komentar:

  1. "Lebih baik mana ya, antara buka sanggar senam sendiri atau membeli franchise sanggar senam yang sudah terkenal?, dan apakah lebih baik juga menjual baju senam murah
    dan sepatu senam reebok ?, mohon dijawab dan tmksh infonya"

    BalasHapus