SUATU SAAT, Aldi mau berpergian nonton pertandingan Formula1 di Malaysia bersama temannya sambil sekalian liburan beberapa hari di sana. Maklum, Aldi adalah seorang maniak pertandingan balap kelas dunia ini. Sudah lama, ia memimpikan melihat langsung bagaimana pembalap andalannya meliuk-liuk di sirkuit. Tapi, pergi ke Malaysia bukanlah hal gampang—khususnya buat Aldi yang bukan dari keluarga kaya. Sudah setahun, ia menabung dengan menyisihkan uang sakunya.Akhirnya, setelah dianggap cukup dengan segala urusan paspor dan sebagainya sudah usai, berangkatlah Aldi pada hari menjelang pertandingan. Terbanglah dia ke Negeri Jiran itu dengan segudang mimpinya. Di sana, ia tak hanya menonton pertandingan. Tapi, ia juga membeli aneka suvenir, dari miniatur mobil, kaos, sampai bendera. Belum oleh-oleh buat pacar dan keluarganya di Jakarta. Sampai akhirnya, ringgit yang ia punyai menipis. Aldi kewalahan saat membeli tiket pulang ke Jakarta. Uang yang ada di tangan tak mencukupi. Akhirnya, ia memberanikan diri meminjam temannya. Untung saja, temannya masih mempunyai uang berlebih. Bila tidak, mungkin Aldi harus sedikit ‘menderita’ di negeri orang.
Banyak hal yang bisa dipetik dari pengalaman Aldi itu. Salah satunya adalah pentingnya merencanakan keuangan. Karena tidak membuat rencana keuangan dengan baik dan tak disertai komitmen, Aldi mengalami nasib seperti di atas. Rencana keuangan terkait dengan banyak jenis kegiatan manusia. Bisa dengan kegiatan pribadi, keluarga, pendidikan, perjalanan, dan sebagainya. Mengapa uang perlu dikelola?
Uang terkait erat dengan kegiatan manusia. Banyak—meski tak semua, kegiatan manusia bisa jalan bila disokong dengan dana. Rencana keuangan terkait dengan rencana kegiatan manusia di masa mendatang. Boleh disebut merencanakan keuangan sebagai bagian dari merencanakan masa depan.
Dulu, sewaktu saya mau menikah, paman saya menasihati untuk membuat perencanaan keuangan keluarga. Menurutnya, hidup berkeluarga bukan sekadar hidup saat ini. Tapi, juga masa mendatang di mana keluarga akan berkembang dengan kehadiran anak dan sebagainya. Sementara itu, kebutuhan keluarga semakin lama semakin berkembang—terkait dengan pendidikan anak, asuransi, dan sebagainya.
Saya tak bisa membayangkan betapa kacaunya hidup berkeluarga bila tidak ada rencana keuangan. Boleh jadi, tidak adanya rencana keuangan karena kita tidak punya rencana tentang masa depan. Padahal, waktu terus maju tak bisa diputar balik. Salah satu bentuk rencana keuangan adalah menabung. Mertua lelaki saya selalu bilang berapa pun besar gaji suami istri harus ada bagian sekecil apa pun yang disisihkan untuk tabungan. Tabungan ini tidak boleh diutak-atik sebelum waktunya.
Ada asumsi yang salah yang mengatakan bahwa rencana keuangan itu hanya berlaku bagi mereka yang berkantong tebal atau berpenghasilan besar. Seberapa pun penghasilan kita, sebaiknya rencana keuangan tetap dibuat. Mengelola keuangan merupakan tanda seberapa bijaksana kita dalam memperlakukan uang. Mungkin sudah sifat manusia yang selalu merasa kekurangan meski penghasilannya naik. Dulu, sebelum nikah, saya selalu kehabisan uang di ujung bulan. Padahal, saya sudah mengalami kenaikan gaji. Tapi, di ujung bulan, pengalaman sama terulang: kehabisan uang!
Sekarang, saya menyadari bahwa mengelola keuangan bagian dari tanggung jawab moral saya. Apalagi sudah hadir seorang anak di keluarga yang kebutuhannya masa kini dan masa mendatang wajib saya penuhi. Saat masih lajang, uang dengan seenaknya saya hamburkan. Bekerja pun tak punya tujuan jelas. Sekarang, usai berkeluarga dan punya anak, saya menemukan tujuan saya bekerja. Apa yang saya lakukan lebih mempunyai makna—demi keluarga.
Selain menabung, saya menyisihkan uang untuk asuransi. Saya sadar bahwa rencana hanya tinggal rencana bila tidak ada aksi. Lebih dari sekadar aksi, saya pun dituntut untuk berani berkorban: mengorbankan beberapa keinginan dengan menyisihkan uang demi kebutuhan keluarga di masa depan. Berkorban kadang memang tak enak karena kudu berugahari—entah dengan menunda keinginan pribadi, mengerem keinginan sesaat, maupun mendahulukan kebutuhan yang menjadi priotitas demi kebutuhan di masa mendatang.
Kita semua pasti sepakat bahwa kita tidak ingin melihat keluarga kita menderita di masa depan, anak kita tidak bisa sekolah, dan sebagainya. Kalau begitu, mari buat rencana keuangan sekarang juga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar